Wah, telat lagi nih postingnya...!!! 1 tahun lagi telatnya. Gimana sih, kan udah janji?
Iya, maaf dech, saya telat lagi bikin postingannya. Soalnya saya ini lagi sulit menulis, plus juga kesibukan lainnya. Pokoknya plus-plus dech. Hehe...
Tapi, sekarang ini dah lumayan ok ko situasinya. Buktinya, postingan baru dah siap untuk Anda baca dalam blog ini. Selamat membaca ya? Jangan takut juga, kalau sudah lupa dengan isi posting sebelumnya, silahkan baca melalui link yang saya sediakan di arsip ^_^
Melanjutkan pembahasan istilah yang disebut dengan definisi pada posting sebelumnya, kita dapat membuat definisi dengan cara yang lebih rinci daripada yang sudah dijelaskan. Ini diperoleh dengan memahami apa yang disebut dengan
predikat secara lebih jauh. (Untuk pembahasan predikat ini, lihat dan baca kembali dalam artikel sebelumnya yang berjudul
Kata dan Istilah, Kalimat dan Pernyataan).
Predikat ini kalau dalam penguraian artikel saya yang terdahulu adalah bagian penjelasan yang terletak setelah
kopula dalam suatu pernyataan. Jika dibandingkan dengan uraian yang ada pada definisi, maka kita dapat mengatakan bahwa predikat ini akan sama dengan yang disebut
definiens. Nah,
definiens ini sendiri dapat dibagi menjadi beberapa unsur pembentuk
definiens. Unsur-unsur inilah yang nantinya diberi nama
predicable.
Predicable itu sendiri tidak lain daripada predikat yang diterapkan untuk memahami subjek yang hendak diuraikan. Subjek tersebut dalam definisi adalah yang disebut
definiendum. Ada banyak predikat yang dapat diterapkan untuk membuat subjek lebih dapat dipahami. Aristoteles memiliki pembagian yang cukup lengkap mengenai predikat apa saja yang harus ada dalam mengurai penjelasan atas suatu subjek.
Dalam karyanya
Topica, Aristoteles telah membagi jenis predikat menjadi 5 macam, yaitu: definisi (Yunani,
horos), genus (Yunani,
genos), diferensia (Yunani,
diaphora),
properti (Yunani,
idion), dan aksiden (Yunani,
sumbebekos). (Baca juga artikel mengenai
predicable ini dalam
Wikipedia) Ia kemudian mengatakan kalau
definisi itu adalah predikat yang berupa "esensi" atau hakikat dasar dari subjek yang dibicarakan. (Topica: 101b; 35-40) Misalnya, hakikat dasar manusia adalah berpikir. Maka berpikir adalah
definisi dari manusia.
Selanjutnya, beralih pada istilah
genus. Istilah ini memiliki pengertian sebagai predikat dari sejumlah subjek yang dapat menghadirkan perbedaan dalam beragam macamnya untuk subjek tersebut. Misalnya, ketika subjeknya itu adalah manusia, maka
genus-nya adalah binatang. (Topica, 102a; 30-5) Pada konteks ini, binatang menjadi
genus manusia serta sekaligus dapat menjadi
genus untuk kera. Ini karena manusia dan kera adalah sama-sama "subjek". Namun, manusia dan kera sama-sama menjadi subjek pada konteks ini adalah karena kita dapat melihat persamaan yang ada di antara keduanya. Jadi, secara sederhana,
genus adalah predikat yang dapat mencakup beberapa hal dengan melihat kesamaan yang ada di antara beberapa halnya itu. (Waks, ko si Arist bingungin yach? :-? )
Pada contoh
genus, kita sudah dapat melihat bahwa manusia dan kera dipertautkan di bawah
genus binatang. Kini, menjadi penting untuk diperhatikan bahwa perbedaan perlu diberikan sebagai predikat yang dapat memisahkan antara manusia dan kera. Sebab, kalau manusia dan kera tidak dipilah dan dipisahkan, maka berabe jadinya. Kita, yang notabene manusia, masa sih mau disamakan dengan kera? (Iya nih, masa ane dibilang kera sih? Yang bener aje 0_0 )
Oleh karena itu,
diferensia sebagai suatu predikat, perlu diterapkan dan ditambahkan pada
genus. (Topica, 101b; 15-20) Ini persis seperti yang diungkapkan sebelumnya bahwa
genus dapat menghadirkan perbedaan. Perbedaan yang dimaksud tiada lain daripada
diferensia. Dalam hubungannya dengan contoh yang diberikan untuk konteks
genus, yaitu binatang,
diferensia yang dapat ditambahkan untuk
genus binatang dengan subjek manusia dan subjek kera jelas akan memiliki kekhususan untuk masing-masingnya. Pada subjek manusia, diferensia yang dapat ditambahkan adalah "dapat menyusun pengetahuannya secara sistematis". Sedangkan untuk subjek kera, diferensianya adalah "dapat memperoleh pengetahuan melalui naluri, percobaan, dan juga pengalaman".
Dalam
diferensia untuk kera, kita dapat membaca bahwa keterangan yang serupa ini nampak mendekati pengertian
diferensia yang diberikan untuk manusia. Bedanya itu hanya tipis saja. Pada manusia,
diferensia yang diberikan tekanannya terletak pada istilah "sistematis". Sedangkan pada kera, titik tekan
diferensia-nya adalah istilah "naluri". Ini menjadi penting karena manusia dapat mengembangkan suatu ilmu dengan pengetahuannya yang sistematis, sedangkan kera tidak dapat mengembangkan pengetahuannya secara lebih jauh. (Hmm... Ini bener ga ya penjelasannya? [Garuk2 kepala ga jelas])
Bila perbedaan yang diberikan masih kurang jelas, masih dapat diberikan predikat tambahan yang dapat melengkapi keterangan
diferensia-nya. Dengan
properti, predikat ini akan dapat melengkapi keterangan secara lebih jauh. Misalnya, manusia itu "memiliki kemampuan untuk belajar tata bahasa". Di sini, keterangannya dapat dibalik menjadi yang memiliki kemampuan untuk mempelajari tata bahasa adalah manusia. Melalui contoh ini, kita dapat mengatakan bahwa
properti adalah predikat tambahan yang hanya dimiliki oleh subjek yang hendak diuraikan dan tidak dimiliki oleh subjek lainnya. (Topica, 102a; 15-25) Kalau misalnya ada predikat tambahan yang dimiliki pula oleh subjek lainnya, maka ini dapat disebut dengan
properti sementara. (Topica, 102a; 25-30) Misalnya, mengantuk adalah
properti yang dapat dimiliki oleh manusia dan juga kera, serta binatang yang lainnya. Oleh karenanya, mengantuk adalah jenis dari
properti sementara. (Wah-wah, saya jadi mengantuk nih! Eit, jangan dong, kan belon selesai baca artikelnya ^_^)
Selanjutnya, pada tingkatan yang lebih jauh, kalau
properti masih belum dianggap cukup dalam melengkapi keterangan untuk keterangan
genus beserta
diferensia-nya, maka ada yang disebut dengan
aksiden.
Aksiden ini berasal dari kata
accidit yang berarti "apa yang terjadi". Penjelasan yang diberikan Aristoteles untuk
aksiden ini kurang begitu jelas, kecuali ia mengatakan bahwa aksiden itu adalah sesuatu yang bukan
genus,
diferensia, maupun
properti, namun masih merupakan predikat dari sesuatu yang hendak dijelaskan. (Topica, 102b; 01-10) Misalnya, dalam contoh
properti di atas, kita mendapati contoh kalau manusia itu memiliki
properti "dapat mempelajari tata bahasa". Pada contoh
properti ini, anggaplah kalau mempelajari tata bahasa itu masih kurang jelas maksudnya. Oleh karenanya, kita dapat menambahkan uraian mengenai cara-cara mempelajari tata bahasa sebagai contoh dari
aksiden yang akan melengkapi properti ini. Salah satu cara yang digunakan manusia untuk mempelajari tata bahasa adalah menyusun kata-kata ke dalam sistem kebahasaan dengan pola-pola penandaan yang khusus. Dalam uraian kalimat yang terakhir, penyusunan kata-kata ke dalam sistem kebahasaan dengan pola-pola penandaan yang khusus dapat menjadi
aksiden yang tepat untuk
properti yang telah disebutkan.
Demikian, kalau kita ringkaskan uraian dari Aristoteles ini, maka kita akan dapati penjelasannya melalui tabel di bawah ini:
|
|
---|
Definisi |
Berpikir |
Genus |
Hewan |
Diferensia |
Menyusun pengetahuan secara sistematis |
Properti |
Dapat mempelajari tata bahasa |
Aksiden |
Penyusunan kata-kata ke dalam sistem kebahasaan dengan pola-pola penandaan yang khusus |
Pada tabel di atas ini, kita memang dapat melihat sedikit lebih baik apa yang sudah disampaikan oleh Aristoteles secara ringkas. Namun, kita juga masih dibingungkan dengan hubungan antar predikat ini. Bagaimanakah caranya menggunakan kelima predikat ini dalam membuat suatu definisi yang baik?
Jawaban atas soal ini diberikan secara sangat baik oleh
Porphyrius dari Tyre (234 - 305 M). Ia mengadopsi pikiran yang telah dikembangkan madzhab Peripatetis dalam karyanya yang berjudul
Isagoge dan melengkapi apa yang sudah disampaikan oleh Aristoteles di atas dengan 1 predikat tambahan, yaitu:
Species. Ia mengatakan bahwa
species adalah predikat yang ada di bawah atau menjadi anggota dari
genus. (Isagoge, P.4-15) Pada contoh sebelumnya, telah disebutkan bahwa
genus untuk manusia adalah hewan. Dalam kaitannya dengan ini, kita dapat menyebutkan bahwa manusia adalah
species dari
genus hewan.
Dengan tambahan 1 predikat ini, sebenarnya kita sudah dapat menyusun pola pendefinisian berdasarkan pada predikat yang telah dijelaskan. Berikut adalah rumusan definisi dengan menggunakan elemen-elemen predikat yang dimaksud.
|
|
---|
Species |
Genus |
Diferensia |
Properti |
Aksiden |
Manusia |
Hewan |
yang dapat menyusun pengetahuannya secara sistematis |
dan bertata bahasa |
melalui pola-pola penandaan yang khusus |
Inilah cara pembuatan definisi dengan menggunakan elemen-elemen yang disebut
predicable. Pada cara yang sangat sederhana, definisi yang dibuat dengan menggunakan
predicable hanya akan terdiri dari
species,
genus, dan
diferensia. Sedangkan dua elemen lainnya hanya diperlukan untuk melengkapi keterangan yang dirasa kurang jelas pada penjelasan
diferensia-nya. Mudah-mudahan, artikel ini akan membantu Anda semua membuat definisi yang baik. (Oh begini ya bikin definisi yang baik? Lumayan juga, jadi kelihatan strukturnya. ^_^)
Sampai jumpa di tulisan berikutnya. Mungkin kita masih akan membahas persoalan di seputar logika dulu.
Referensi:
Aristoteles, Topica, dalam W.D. Ross, (Ed.). 1928.
The Works of Aristotle. Clarendon Press: Oxford.
Porphyrius The Phoenician. 1975.
Isagoge. Edward W. Warren (Trans.). The Pontifical Institute of Medieval Studies: Canada.