teori Sejarah Menurut ARNOLD J. TOYNBEE

Setelah kita mengenal dan mengetahui berbagai pendapat dari para tokoh filsuf abad modern seperti Vico, Hegel, Marx dan Oswald Spengler, kita akan mengenal lagi satu tokoh filsuf yang terkenal berasal dari Inggris yaitu Arnold J. Toynbee. Ia adalah seorang sarjana Inggris yang dapat menggemparkan dunia sejarah dengan karangannya yang berjudul “A Study of History” yang terdiri 12 jilid yang tebal. Buku karangannya tersebut diterbitkan pertama kali pada tahun 1933.

    Dalam bukunya, Toynbee mengemukakan teorinya yang didasarkan atas penelitiannya pada 21 kebudayaan yang sempurna dan 9 kebudayaan yang kurang sempurna yang ada diseluruh dunia. Misalnya, kebudayaan yang sempurna diantaranya Yunani, Roma, Maya (Amerika Tengah), Hindu, Barat (Eropa), Eropa Timur dan sebagainya. Sedangkan yang tidak sempurna antara lain Eskimo, Sparta, Polynesia, Turki dan sebagainya.


    Berdasarkan teori yang disampaikan dalam buku-bukunya, Arnold J. Toynbee memberi kesimpulan yaitu dalam gerak sejarah tidak terdapat hukum tertentu yang menguasai dan mengatur timbul tenggelamnya kebudayaan-kebudayaan dengan pasti (Tamburaka, 1999: 65).


1.    Bentuk Pola / Irama Gerak Sejarah
Dalam melihat dan menentukan pola / irama gerak sejarah, Arnold J. Toynbee membandingkan perkembangan / proses sejarah dengan kebudayaan. Menurut pandangan Toynbee, kebudayaan (civilization) adalah wujud daripada kehidupan suatu golongan seluruhnya. Pendapat Toynbee ini serupa seperti apa yang disebut oleh Oswald Spengler sebagai kultur dan civilization.


Menurut Toynbee, gerak sejarah melalui tingkatan-tingkatan seperti berikut:
a)    Genesis of civilization (lahirnya kebudayaan)
Suatu kebudayaan terjadi dan muncul karena adanya tantangan dan jawaban (challenge and response) antara manusia dengan alam sekitar. Alam sebagai tempat tinggal manusia, tidak selamanya akan memenuhi kebutuhan manusia. Dan manusia tidak akan selamanya terlena akan kekayaan alam yang ada tanpa harus diolah dan dilestarikan. Alam akan memberikan tantangan kepada manusia untuk memberikan pengalaman hidup yang akan berkembang menjadi suatu kebudayaan.
Setelah alam memberi tantangan kepada manusia, kemudian manusia pun memberi jawaban akan tantangan alam sehingga menimbulkan suatu kebudayaan. Dalam alam yang baik, manusia berusaha untuk mendirikan suatu kebudayaan seperti India, Eropa, Tiongkok. Alam yang memiliki kondisi alam seperti iklim yang sesuai dengan kondisi tubuh manusia, sehingga manusia dapat melahirkan suatu kebudayaan yang setelah itu ditumbuhkembangkan oleh manusia itu sendiri sebagai peradaban yang dapat memberikan nilai positif bagi alam.


Akan tetapi apabila kondisi alam yang tidak baik, manusia tidak akan bisa mendirikan suatu kebudayaan yang nantinya menjadi sebuah peradaban. Seperti didaerah yang terlalu dingin atau daerah yang terlalu panas tidak dapat timbul suatu kebudayaan dikarenakan alamnya tidak bersahabat, sehingga manusia sibuk untuk mempertahankan hidup tanpa harus memperhatikan kebudayaan apa yang dapat mereka lahirkan dan wariskan kepada anak cucu mereka.


b)    Growth of civilization (perkembangan kebudayaan)
Dari kondisi alam yang baik sehigga menimbulkan lahirnya kebudayaan, dalam perkembangan suatu kebudayaan, yang merupakan kejadian yang digerakkan oleh sebagian kecil dari pihak-pihak kebudayaan itu. Pihak-pihak kebudayaan itu adalah suatu kelompok manusia yang menjadi sebuah masyarakat. Suatu kelompok dalam jumlah kecil (minority) itu menciptakan kebudayaan dari jawaban yang diberikan dan tantangan alam, kemudian ditiru oleh sebagian besar masyarakat (mayority). Suatu kebudayaan dikembangkan oleh minority yang kuat dan dapat menciptakan suatu kebudayaan. Suatu kelompok nkecil (minority) yang kuat mengembangkan kebudayaan dengan  menyebarkan kebudayaan dan mempengaruhi masyarrakat untuk meniru kebudayaan yang telah diciptakan minority.


c)  Decline of civilization (keruntuhan kebudayaan)
Perkembangan kebudayaan yang ditumbuh kembangkan oleh minority yang kuat. Apabila minority sudah sanggup lagi untuk mempertahankan kebudayaan (lemah) dan kehilangan daya ciptanya, maka tantangan-tantangan dari alam tidak dapat lagi dijawab. Akibatnya apabila keadaan sudah memuncak seperti itu, maka akan terjadi keruntuhan yang menyebabkan kehancuran kebudayaan seakan-akan lenyap ditelan alam.
Menurut Toynbee, keruntuhan itu terjadi dalam tiga masa gelombang, yaitu:
1)    kemerosotan kebudayaan, disebabkan oleh kehilangan daya tarik minoritas untuk menciptakan kebudayaan serta kehilangan kewibawaannya, maka mayority tidak lagi bersedia mengikuti minoritas peraturan dalam kebudayaan (antara minoritas dan mayoritas) pecah dan tentulah tunas-tunas hidupnya kebudayaan akan lenyap.
2)    Kehancuran kebudayaan, mulai tampak setelah tunas-tunas kehidupan itu mati dan pertumbuhan terhenti. Setelah pertumbuhan terhenti maka seolah-olah daya hidup itu membeku dan terdapatlah suatu kebudayaan yang tidak berjiwa lagi. Toynbee menyebut masa ini sebagai  petrification, pembuatan atau kebudayaan yang sudah menjadi batu, mati dan menjadi fosil.
3)    Lenyapnya kebudayaan ialah apabila tubuh kebudayaan yang sudah menjadi batu itu hancur lebur kemudia lenyap. (yamburuka, 1999: 66-67)


Jika kita melihat pendapat Toynbee diatas mengenai gerak sejarah dapat disimpulkan bahwa pada gerak sejarah menurut pandangan Toynbee adalah bentuk hukum Fatum-Cyklus dalam wujud bentuk modern. Karena pandangan dari Toynbee, tidak hanya memperhatikan gerak dari proses sejarah saja, akan tetapi juga memperhatikan bagaimana awal kejadian dan kebudayaan, kemudian berkembang dan akhirnya mundur dan hilang. Dan juga meperhatikan waktu yang dibutuhkan kebudayaan untuk timbul, berkembang, dan mundur. Ini dibuktikan dalam penelitian Toynbee misalnya tentang kebudayaan Tiongkok-kuno yang menjelaskan, antara Break Down (merosot), disintegration ( hancur), Dissolution (lenyap) suatu kebudayaan tidak berlangsung dengan cepat yaitu terbentang masa 2000 tahun yang masa itu disebut masa pembatuan (petrification).


2.    Arah dan Tujuan Gerak Sejarah
Setelah melihat pola gerak sejarah yang berbentuk hukum fatum-cylus dalam wujud bentuk modern, yang pada masa breakdown (merosot) sebelum masa disintegrasi timbul, sering terdapat suatu usaha untuk menghentikan kehancuran. Usaha itu dipimpin oleh jiwa-jiwa besar yang bertindak seolah-olah sebagai Al-Masih. Akan tetapi perjuangan tersebut tidak berhasil.


Suatu usaha yang dilakukan untuk menghentikan keruntuhan suatu kebudayaan yang mungkin berhasil ialah penggantian dari segala norma-norma kebudayaan dengan norma-norma ketuhanan. Maka dengan penggantian itu tampaklah bahwa arah dan tujuan gerak sejarah menurut pandangan Toynbee ialah kehidupan ketuhanan.


Kehidupan ketuhanan yang merupakan arah gerak sejarah, dengan tujuan untuk meraih kesempurnaan yaitu menuju ke kerajaan Allah (menurut paham Protestan) dengan mengetahui kehendak Allah dan wujud daripada kehendak itu dalam sejarah agar dapat lebih mencintai Tuhan. Dan jika kita melihat dari pandangan Ibnu Khaldun yang menentukan arah gerak sejarah yaitu ke arah kemajuan dan kesempurnaan. Dan ketika kita hubungkan antara pandangan Toynbee dan Ibnu Khaldun, keduanya sama-sama memiliki tujuan untuk menuju ke arah kesempurnaan dengan apa yang menjadikan manusia lebih baik sesuai kehendak Allah.
Akibat dari penelitian Toynbee adalah tiada hukum yang pasti dan lingkaran-lingkaran tertentu melelui mana haruslah bersatu. Dan Toynbee berusaha menjawab pertanyaan tentang tujuan gerak sejarah yaitu filsuf yang benar adalah seorang sejarahwan yang terpelajar dalam studi empiris dan yang didasarkan juga atas keyakinan religius sejati (David Richardson, dalam Tamburata, 1999: 69)


3.    Penggerak Yang Menjadi Sumber Gerak Sejarah
Dari penjelasan diatas, dari pandangan Toynbee tentang pola gerak sejarah dan tujuannya, jelaslah bahwa penggerak dari gerak sejarah menurut pandangan Toynbee adalah:
a.    Tuhan, sebagai pencipta dari alam dan manusia
b.    Alam, yang memberikan hubungan dan jawaban kepada manusia
c.    Manusia, yang bertindak sebagai pencipta kebudayaan


Tuhan yang merupakan pencipta alam dan manusia, yang manusia mengetahui kehendak dan wujud dari kehendak-Nya yang menjadi tujuan dari manusia untuk menuju kehidupan ketuhanan. Tuhan yang bersemayam di kerajaan-Nya yang berkehendak untuk menjadikan manusia menjadi sempurna dan lebih baik. Hal ini sama dengan ajaran Jawa yaitu ”Manunggaling Kaula Gusti”, yang menghendaki manusia untuk menjadi lebih baik untuk menjadi sempurna dan kembali ke sisi Tuhan.


Alam sebagai tempat tinggal manusia yang memberikan tantangan, kemudian manusia menjawabnya dengan menciptakan suatu kebudayaan yang baik untuk alam. Alam tidak selalu memberi kondisi yang baik, akan tetapi juga memberikan manusia yang tidak baik, sehingga kebudayaan tidak akan muncul.


Manusia sebagai pencipta kebudayaan yang merupakan penggerak utama dari gerak sejarah, karena manusialah yang menentukan arah dan tujuan dari gerak sejarah sehingga kekuatan yang ada dalam manusia menjadi faktor dari timbul dan tenggelamnya kebudayaan yang merupakan wujud dari gerak sejarah. Jadi tiga penggerak ini dapat saling berhubungan menjadi unsur dari gerak sejarah.

FILSAFAT MATEMATIKA

Filsafat matematika adalah cabang ilmu filsafat yang bertujuan untuk merefleksikan, dan menjelaskan hakekat matematika. Hal ini merupakan kasus khas dari kegunaan epistemologi yang bertujuan menjelaskan pengetahuan manusia secara umum. Filsafat matematika mengajukan pertanyaan - pertanyaan seperti: Apa dasar dari pengetahuan matematika? Apa hakekat kebenaran matematika? Apa yang mencirikan matematika? Apa pembenaran kebenaran matematika? Mengapa kebenaran matematika dianggap sebagai kebenaran yang mendasar?
Filsafat matematika pada dasarnya adalah pemikiran reflektif terhadap matematika. Matematika menjadi ilmu pokok soal yang dipertimbangkan secara cermat dan penuh perhatian. Pemikiran filsafati juga bersifat reflektif dalam arti menengok sendiri untuk memahami bekerjannya budi itu sendiri. Ciri relektif yang denikian itu ditekankan oleh para filsuf Inggris R.G. Collingwood yang menyatakan “Philosophy is reflective”. The philosophizing mind never simply thinks about an object; it always, while thinking about any object, think also about its own thought about than object.” (Filsafat bersifat reflektif. Budi yang berfilsafat tidaklah semata – mata berpikir tentang suatu obyek, budi itu senantiasa berpikir juga berpikir tentang pemikirannya sendiri tentang obyek itu). Jadi budi manusia yang diarahkan untuk menelaah obyek – obyek tertentu sehingga melahirkan matematika kemudian juga memantul berpikir tentang matematika sehingga membutuhkan filsafat matematika agar memperoleh pemahaman apa dan bagaimana sesungguhnya matematika itu.
Di antara ahli – ahli matematika dan para filsuf tidak tampak kesatuan pendapat mengenai apa filsafat matematika itu. Sebagai sekedar contoh dapatlah dikutipkan dari perumusan – perumusan dari 2 buku matematika dan 2 buku filsafat yang berikut:
1)Suatu filsafat matematika dapatlah dilukiskan sebagai suatu sudut pandangan yang dari situ pelbagai bagian dan kepingan matematika dapat disusun dan dipersatuja berdasarkan beberapa asas dasar.
2)Secara khusus suatu filsafat matematika pada dasarnya sama dengan suatu percobaan penyusunan kembali yang dengannya kumpulan pengetahuan matematika yang kacau – balau yang terhimpun selama berabad – abad diberi suatu makna atau ketertiban tertentu.
3)Penelaah tentang konsep – konsep dari pembenaran terhadap asas – asas yang dipergunakan dalam matematika
4)Penelaah tentang konsep – konsep dan sistem – sistem yang terdapat dalam matematika, dan mengenai pembenaran terhadap pernyataan – pernyataan berikut.
Dua pendapat yang pertama dari ahli – ahli matematika menitik beratkan filsafat matematika, sebagai usaha menyusun dan menertibkan bagian – bagian dari pengetahuan matematika yang selama ini terus berkembang biak. Sedang 2 definisi berikutnya dari ahli filsafat merumuskan filsafat matematika sebagai studi tentang konsep – konsep dalam matematika dan pembenaran terhadap asas atau pembenaran matematika.
Menurut pendapat filsuf Belanda Evert Beth di sampingnya matematika sendiri dan filsafat umum harus pula dibedakan adanya 2 bidang pemikiran lainya, yakni filsafat matematika dalam arti yang lebih luas (philosophy of mathematics in a broader sense) dan penelitian mengenai landasan matematika (foundation mathematics). Landasan matematika kadang – kadang disamakan pengertiannya dengan filsafat matematika. Tetapi sesungguhnya landasan matematika merupakan bidang pengetahuan yang palling sempit dari bidang filsafat matematika. Foundation of mathematics khususnya bersangkut paut dengan konsep – konsep asas foundamental (fundamental concepts and principles) yang mempergunakan dalam matematika. Dengan demikian kedua definisi philosophy of mathematics dari kamus – kamus filsafat tersebut diatas lebih merupakan batasan pengertian matematika. Charles Parsons dalam The Encyclopedia of Philosophy menegaskan:
Penelitian landasan senantiasa bersangkutan dengan masalah tentang pembenaran terhadap pernyataan – pernyataan dan asas – asas matematika, dengan pemahaman mengapa proporsisi – proporsisi tertentu yang jelas sendirinya adalah demikian, dengan pemberian pembenaran terhadap asas – asas yang telah diterima tampaknya tidak sendirinya begitu jelas, dan dengan penemuan dan penanggalan asas – asas yang tak terbebankan.)
Peran filsafat matematika adalah untuk menunjukkan dasar yang sistematis dan benar-benar aman untuk pengetahuan matematika, diperuntukkan  untuk kebenaran matematika.
            Asumsi ini adalah dasar dari foundationism, doktrin bahwa fungsi dari filsafat  matematika adalah untuk menunjukkan dasar pengetahuan matematika. Foundationism terikat dengan pandangan absolutis pengetahuan matematika, karena menganggap tugas pembenaran pandangan ini menjadi tujuan utama filsafat matematika.

APA SIH MANFAAT BELAJAR MATEMATIKA?

Rata-rata orang, apabila ditanya matapelajara apa yang paling sulit atau tidak disukai? Pasti salah satu dari sekian banyak jawaban adalah Matematika. Kenapa demikian?

Padahal Matematika sering sekali kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak terasa memang. Namun dengan mempelajari matematika dapat memberikan banyak manfaat. Apa saja manfaat nya?


1.  cara berpikir matematika itu sistematis, melalui urutan-urutan yang teratur dan tertentu. dengan belajar matematika, otak kita terbiasa untuk memecahkan masalah secara sistematis. Sehingga bila diterapkan dalam kehidupan nyata, kita bisa menyelesaikan setiap masalah dengan lebih mudah

2.  cara berpikir matematika itu secara deduktif. Kesimpulan di tarik dari hal-hal yang bersifat umum. bukan dari hal-hal yang bersifat khusus. sehingga kita menjadi terhindar dengan cara berpikir menarik kesimpulan secara “kebetulan”. Misalnya kita tidak bisa menyatakan kalo “kita tidak boleh lewat jalan A pada hari sabtu, karena jalan tersebut meminta tumbal tiap hari sabtu” hanya karena ada beberapa orang yang kebetulan kecelakaan dan meninggal di jalan tersebut pada hari sabtu. Kita seharusnya berpikit bahwa orang yang meninggal di jalan tersebut pada hari sabtu bukan karena tumbal. tapi harus dianalisa lagi apakah karena orang tersebut tidak hati-hati, ataukah jalan yang sudaha agak rusak, atau sebab lain yang lebih rasional.

3.  belajar matematika melatih kita menjadi manusia yang lebih teliti, cermat, dan tidak ceroboh dalam bertindak. Bukankah begitu? coba saja. masih ingatkah teman-teman saat mengerjakan soal-soal matematika? kita harus memperhatikan benar-benar berapa angkanya, berapa digit nol dibelakang koma, bagaimana grafiknya, bagaimana dengan titik potongnya dan lain sebaganya. jika kita tidak cermat dalam memasukkan angka, melihat grafik atau melakukan perhitungan, tentunya bisa menyebabkan akibat yang fatal. jawaban soal yang kita peroleh menjadi salah dan kadang berbeda jauh  dengan jawaban yang sebenarnya.

4.  belajar matematika juga mengajarkan kita menjadi orang yang sabar dalam menghadapi semua hal dalam hidup ini. saat kita mengerjakan soal dalam matematika yang penyelesaiannya sangat panjang dan rumit, tentu kita harus bersabar dan tidak cepat putus asa. jika ada lamgkah yang salah, coba untuk diteliti lagi dari awal. jangan-jangan ada angka yang salah, jangan-jangan ada perhitungan yang salah. namun, jika kemudian kita bisa mengerjakan soal tersebut, ingatkah bagaimana rasanya? rasa puas dan bangga.( tentunya jika dikerjakan sendiri, buakn hasil contekan,. he.he.he). begitulah hidup. kesabaran akan berbuah hasil yang teramat manis.

5.  yang tidak kalah pentingnya, sebenarnya banyak koq penerapan matematika dalam kehidupan nyata. tentunya dalam dunia ini, menghitung uang, laba dan rugi, masalah pemasaran barang, dalam teknik, bahkan hampir semua ilmu di dunia ini pasti menyentuh yang namanya matematika.

METODE DAN PENDEKATAN FILSAFAT POLITIK


dari segi metode, menjawab pertanyaan normative
1.      Pendekatan Sebagian vs Sistematis (Piecemal vs Sistematic Approach)
a.       Pendekatan sebagian
·         pendekatan sebagian dalam studi filsafat politik mengambil bentuk berupa pencarian konsep-konsep normatif (project of normative inquiry). Dalam pencarian konsep-konsep normatif, kajian tentang demokrasi, misalnya, dikembangkan dengan memeriksa apakah demokrasi dapat diterima sebagai sesuatu yang bernilai atau tidak bernilai (Analisis Konseptual).
·         Pendekatan sebagian dapat mendorong munculnya penemuan yang lebih mendalam dan kritis mengenai konsep atau isu penting tertentu dalam filsafat politik dan akan membantu menjelaskan relevansinya dengan situasi aktual yang kita hadapi.  
b.      Pendekatan sistematis
·         berusaha "mengembangkan proyek yang sistematis dan bersifat mencakup semua filsafat praktis tentang politik" (Brown, 1986, p. 15). Dengan ini, pertama, filsafat politik melangkah jauh dari sekadar "proyek analisis konseptual", yaitu memberikan perhatian terhadap masalah yang muncul dalam kehidupan politik dengan memberikan petunjuk tentang prinsip keadilan atau bentuk pemerintahan. Kedua, dengan pendekatan sistematis, filsafat politik juga dibedakan dari sekadar usaha terlibat dalam pencarian secara sebagian atas premis nilai yang bersifat normatif (piecemal normative inquire). Kajian tentang konsep demokrasi misalnya akan gagal jika dilihat hanya sebagai nilai (untuk ditolak atau disetujui) tanpa usaha mengkaitkannya dengan keseluruhan nilai yang mendasari sebuah masyarakat.
·         pendekatan sistematis menyarankan bahwa filsafat politik perlu terlibat dalam totalitas citra politik, yaitu dengan terus menerus menemukan konsistensi pandangan politik satu sama lain, dan karena itu mengharuskan bentuk kajian yang bersifat perbandingan (interdisciplinary) atau memperhatikan antar hubungan dari berbagai pandangan politik.
2.      Pendekatan pemecahan masalah vs pendekatan kritis
a.       Pendekatan pemecahan masalah
Dengan pendekatan ini, sistem ekonomi yang didasarkan pada paham kapitalisme atau sosialisme, misalnya, akan diterima sebagai sesuatu yang dalam dirinya sendiri tanpa cacat ; berbagai masalah yang timbul didalamnya hanya dilihat sebagai masalah teknis atau managerial semata sehingga memungkinkan sistem itu bekerja secara lebih efektif dan efisien. Begitu juga, sebuah sistem dari kepemerintahan internasional (international governance) yang berlandaskan pada kedaulatan negara, jika diterima sebagai “kenyataan“ juga akan memungkinkan munculnya anggapan bahwa tidak realistik untuk mengharapkan apalagi mengajukan perubahan ekstensif terhadap sistem itu.
b.      Pendekatan kritis
Pendekatan kritis, menurut Cox, juga ”diarahkan pada kompleksitas sosial dan politik sebagai keseluruhan daripada pada bagian yang terpisah” (1986, p. 208). Artinya menyajikan formula yang dapat dipergunakan dalam menjawab kompleksitas sosial, politik dan ekonomi sebagai keseluruhan, dan bukan menangani bagian tertentu dari isu sosial, politik atau ekonomi.
J.H. Rapar, Filsafat Politik, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2001),

ANTARA FILSAFAT DAN ILMU

Hubungan Antara Filsafat dan Ilmu
Filsafat dan ilmu mempunyai relasi atau yang juga biasa disebut dengan hubungan, di mana hubungan tersebut sangatlah signifikan. Namun sebelum kami membahas lebih jauh tentang hubungan antara filsafat dengan ilmu terlebih dahulu kami akan mengulang sekilas tentang pengertian filsafat dan ilmu secara singkat. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu, dengan mencari sebab-sebab yang terdalam, berdasarkan kekuatan pikiran manusia sendiri. Jadi dalam filsafat tersebut terdapat metode dan sistem sendiri dalam usahanya untuk mencari hakikat dari segala seuatu, dan yang dicari ialah sebab-sebab yang terdalam. Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan mengenai suatu hal tertentu (objek atau lapangannya), yang merupakan kesatuan yang sistematis, dan memberikan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan sebab-sebab hal itu.
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat mencolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia”meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis, Karena filsafat mencakup seluruh bidang ilmu pengetahuan. Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke-17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke-17 tersebut ilmu pengetahuan identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut. Dan juga, Bahasa yang dipakai dalam filsafat dan ilmu dalam beberapa hal saling tumpang tindih. Bahasa yang dipakai dalam filsafat berusaha berbicara mengenai ilmu, dan bukan berbicara di dalamnya ilmu.
Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana ‘pohon ilmu pengetahuan’ telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri. Meskipun demikian, filsafat dan ilmu pengetahuan masih memiliki hubungan dekat. Sebab baik filsafat maupun ilmu pengetahuan sama-sama pengetahuan yang metodis, sistematis, koheren dan mempunyai  obyek material dan formal. Filsafat juga memberi sumbangan dan peran sebagai induk yang melahirkan dan membantu mengembangkan ilmu pengetahuan hingga ilmu pengetahuan itu dapat hidup dan berkembang, serta membantu ilmu pengetahuan untuk bersikap rasional dalam mempertanggungjawabkan ilmunya.
Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan. Filsafat di sini sangatlah berperan penting sebagai jembatan serta wadah antara perbedaan ilmu yang satu dengan ilmu yang lain. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel Kant (dalam Kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis Bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).  
Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan a higher level of knowledge”,maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.
Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah.
Lebih jauh, Jujun S. Suriasumantri (1982:22), –dengan meminjam pemikiran Will Durant– menjelaskan hubungan antara ilmu dengan filsafat dengan mengibaratkan filsafat sebagai pasukan marinir yang berhasil merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri ini adalah sebagai pengetahuan yang di antaranya adalah ilmu. Filsafatlah yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Setelah itu, ilmulah yang membelah gunung dan merambah hutan, menyempurnakan kemenangan ini menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan.
Perbedaan Antara Filsafat dengan Ilmu
Sebagaimana yang telah kami paparkan di atas bahwa filsafat dan ilmu mempunyai hubungan yang sangat erat, namun keduanya juga memiliki perbedaan. Prof. Sikun Pribadi mengemukakan perbedaan antara filsafat dan ilmu pengetahuan, yakni; jelaslah, bahwa perbedaan antara filsafat dan ilmu pengetahuan, ialah bahwa ilmu pengetahuan bertolak dari dunia fakta (jadi bersifat ontis), sedangkan filsafat bertolak dari dunia nilai, artinya selalu menghubungkan masalah dengan makna keseluruhan hidup (jadi bersifat deontis), walaupun kedua bidang aktivitas manusia itu sifatnya kognetif.
Jadi ilmu berhubungan dengan mempersoalkan fakta-fakta yang faktual, yang diperoleh dengan eksperimen, observasi, dan verifikasi, hanya berhubungan sebagian dari aspek kehidupan atau kejadian yang ad di dunia ini, sedangkan keseluruhan yang bermakna mengemukakan perbedaan antara filsafat dan ilmu sebagai berikut :
1)         Ilmu berhubungan dengan lapangan yang terbatas, sedangkan filsafat mencoba berhubungan dengan keseluruhan pengalaman, untuk memperoleh suatu pandangan yang lebih komprehensif tentang sesuatu.
2)       Ilmu menggunakan pendekatan analitis dan deskriptif, sedangkan filsafat sintetis atau sinoptis, berhubungan dengan sifat-sifat dan kualitas alam dan hidup secara keseluruhan.
3)       Ilmu menganalisis keseluruhan menjadi bagian-bagian, dan organis menjadi organ-organ, filsafat mencoba membedakan sesuatu dalam bentuk sintesis yang menjelaskan dan mencari makna sesuatu secara keseluruhan.
4)       Ilmu menghilangkan factor-faktor pribadi yang subyektif, namun filsafat tertarik kepada personalitas nilai-nilai dan semua pengalaman.
5)       Ilmu tertarik kepada hakikat sesuatu sebagaimana adanya, sedangkan filsafat tidak hanya tertarik kepada bagian-bagian yang nyata, melainkan juga kepada kemungkinan-kemungkinan yang ideal dari suatu benda, nilai, dan maknanya.
6)       Ilmu meneliti alam, mengontrol proses alam sedangkan tugas filsafat mengadakan kritik, menilai dan mengkoordinasikan tujuan.
7)        Ilmu lebih menekankan kepada deskripsi hokum-hukum fenomenal dan hubungan kausal.
Filsafat tertarik dengan hal-hal yang berhubungan dengan pertanyaan “why” dan “how”. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyeledikan, pengalaman (empiris) dan percobaan (eksperimen) sebagai batu ujian. Ilmu bersifat pasteriori. Artinya ilmu menarik sebuah kesimpulannya setelah melakukan pengujian-pengujian secara berulang-ulang. Untuk kasus tertentu, ilmu bahkan menuntut untuk diadakannya percobaan dan pendalaman untuk mendapatkan esensinya.
Sedangkan Filsafat mendekati kebenaran dengan metode yang cukup sistemik yakni menggunakan akal budi secara radikal, dan integral serta universal, tidak terikat oleh ikatan apapun, kecuali ikatan tangannya sendiri yang disebut ’logika’. Filsafat bersifat apriori, yaitu kesimpulan-kesimpulannya ditarik tanpa pengujian. Sebab filsafat tidak mengharuskan adanya data empiris seperti dimiliki ilmu. Karena filsafat bersifat spekulatif dan kontemplatif yang ini juga dimiliki ilmu. Kebenaran filsafat tidak dapat dibuktikan oleh filsafat itu sendiri, tetapi hanya dapat dibuktikan oleh teori-teori keilmuan melalui observasi dan eksperimen atau memperoleh justifikasi kewahyuan. Dengan demikian, tidak setiap filosof dapat disebut sebagai ilmu, sama seperti tidak semua ilmuwan disebut filosof.
 Selain itu, Filsafat menyelidiki, membahas, serta memikirkan seluruh alam kenyataan, dan menyelidiki bagaimana hubungan kenyataan satu sama lain. Jadi filsafat memandang satu kesatuan yang belum dipecah-pecah serta pembahasannya secara keseluruhan. Sedangkan ilmu-ilmu lain atau ilmu vak menyelidiki hanya sebagian saja dari alam maujud ini, misalnya ilmu hayat membicarakan tentang hewan, tumbuh-tumbuhan, dan manusia; ilmu bumi membicarakan tentang kota, sungai, hasil bumi, dan sebagainya. Filsafat tidak hanya menyelidiki tentang sebab akibat, tetapi menyelidiki hakikatnya sekaligus. Sedangkan ilmu vak membahas tentang sebab dan akibat suatu peristiwa. Dalam pembahasannya filsafat menjawab apa ia sebenarnya, dari mana asalnya, dan hedak kemana perginya. Sedangkan ilmu vak harus menjawab pertanyaan bagaimana dan apa sebabnya.
Ada yang mengatakan bahwa antara ilmu, filsafat dan agama memiliki hubungan. Namun demikian, tidak menafikan terhadap pandangan bahwa satu sama lain merupakan ‘sesuatu’ yang terpisah; di mana ilmu lebih bersifat empiris, filsafat lebih bersifat ide dan agama lebih bersifat keyakinan. Menurut Muhammad Iqbal dalam Recontruction of Religious Thought in Islam sebagaimana dikutip Asif Iqbal Khan (2002), “Agama bukan hanya usaha untuk mencapai kesempurnaan, bukan pula moralitas yang tersentuh emosi”. Bagi Iqbal, agama dalam bentuk yang lebih modern, letaknya lebih tinggi dibandingkan puisi. Agama bergerak dari individu ke masyarakat. Dalam geraknya menuju pada realitas penting yang berlawanan dengan keterbatasan manusia. Agama memperbesar klaimnya dan memegang prospek yang merupakan visi langsung realitas. (Asif Iqbal Khan, Agama, Filsafat, Seni dalam Pemikiran Iqbal, 2002: 15)
Menurut Asif (2002: 16), sekalipun diekspresikan dalam jargon filsafat kontemporer, tetapi mempunyai tujuan yang sama dengan para ilmuwan Islam pada abad pertengahan yaitu menyeimbangkan agama di satu pihak dengan ilmu pengetahuan modern dan filsafat utama sebagaimana tertuang dalam pendahuluan buku rekonstruksinya, yaitu “untuk merekonstruksi filsafat religious Islam sehubungan dengan tradisi filsafat Islam dan perkembangan lebih lanjut berbagai bidang ilmu pengetahuan manusia”. Iqbal menegaskan dengan optimis, “waktunya sudah dekat bagi agama dan ilmu pengetahuan untuk membentuk suatu harmoni yang tidak saling mencurigai satu sama lain”.
Untuk lebih adilnya dalam menilai hubungan ketiganya, patut dicermati pandangan Endang Saifuddin Anshari (Ilmu, Filsafat dan Agama, 1979) yang menyebutkan di samping adanya titik persamaan, juga adanya titik perbedaan dan titik singgung. Baik ilmu maupun filsafat atau agama, bertujuan (sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang sama), yaitu kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang alam dan manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri pula menghampiri kebenaran, baik tentang alam, manusia dan Tuhan. Demikian pula agama, dengan karakteristiknya pula memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia tentang alam, manusia dan Tuhan. (Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama, 1979: 169)
Masih menurutnya, baik ilmu maupun filsafat, keduanya hasil dari sumber yang sama, yaitu ra’yu manusia (akal, budi, rasio, reason, nous, rede, vertand, vernunft). Sedangkan agama bersumberkan wahyu dari Allah. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset, research), pengalaman (empirik) dan percobaan. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara mengembarakan atau mengelanakan akal budi secara radikal dan integral serta universal tidak merasa terikat dengan ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri bernama logika. Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran positif (berlaku sampai dengan saat ini), sedangkan kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif(dugaan yang tak dapat dibuktikan secara empiris, riset dan eksperimental). Baik kebenaran ilmu maupun kebenaran filsafat bersifat nisbi (relatif), sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak (absolut), karena agama adalah wahyu yang di turunkan Dzat Yang Maha Benar, Maha Mutlak dan Maha Sempurna.
Baik ilmu maupun filsafat, kedua-duanya dimulai dengan sikap sangsi atau tidak percaya. Sedangkan agama dimulai dengan sikap percaya dan iman. Adapun titik singgung, adalah perkara-perkara yang mungkin tidak dapat dijawab oleh masing-masingnya, namun bisa dijawab oleh salah satunya. Gambarannya, ada perkara yang dengan keterbatasan ilmu pengetahuan atau spekulatifnya akal, maka keduanya tidak bisa menjawabnya. Demikian pula dengan agama, sekalipun agama banyak menjawab berbagai persoalan, namun ada persoalan-persoalan manusia yang tidak dapat dijawabnya. Sementara akal budi, mungkin dapat menjawabnya.
Jadi, kesimpulannya, ketiga-tiganya memiliki hubungan dan tidak perlu dibenturkan satu sama lain selama diyakini bahwa ilmu manusia memiliki keterbatasan. Demikian pula dengan filsafat, selama difahami sebagai proses berfikir bukan sebagai penentu. Adapun agama dapat diyakini, selama dapat dibuktikan dengan dalil-dalil yang dapat dipertangung jawabkan. Jadi, Titik singgung filsafat dan agama adalah filsafat berusaha mendapatkan pengertian yang satu dan lengkap tentang dunia, sedangkan Agama berusaha lebih dari itu, karena Agama berusaha memastikan kesatuan yang seimbang antara manusia dan dunia, terutama antara individu dan Tuhan.

Tips Diet Sehat Berdasarkan Golongan Darah

Tips Diet Sehat Berdasarkan Golongan Darah - Ada banyak metode dan jenis diet yang dapat dilakukan. Akan tetapi walau metode dan jenis diet yang dapat dilakukan banyak, tidak semuanya menjanjikan hasil yang memuaskan. Karena itu Anda pelaku diet perlu selektif dalam memilih metode dan jenis diet yang dapat Anda terapkan.

Dan satu informasi terkini yang perlu Anda juga tahu bahwa sekarang ini dikabarkan jenis dan metode diet berdasarkan golongan darah menjadi salah satu jenis dan metode diet yang sukses. Karena dengan mengetahui golongan darah untuk diet dapat menyesuaikan kebutuhan asupan mengingat metabolisme tiap – tiap golongan darah itu berbeda.

Mungkin Anda tertarik menerapkan diet sehat berdasarkan golongan darah? Disini kami akan berikan beberapa tips diet sehat berdasarkan golongan darah yang dapat Anda coba!

Tips Diet Sehat Berdasarkan Golongan Darah 


1. Tips diet sehat golongan darah A


Golongan darah A biasanya disebut juga dengan cultivator. Mereka yang memiliki golongan darah A sangat dianjurkan untuk mengonsumsi beragam jenis sayuran dan buah. Dan bagi Anda yang memiliki golongan darah A dianjurkan menjadi vegetarian sejati dan menghindari aneka macam daging. Beberapa sayuran yang sangat dianjurkan dikonsumsi diantaranya buncis, kacang panjang dan juga bayam.


2. Tips diet golongan darah B


Ada banyak makanan mengandung protein seperti daging kambing atau domba dan cocok dikonsumsi. Penuhi juga dengan mengonsumsi sumber protein nabati yang Anda dapat dari bahan tahu dan juga tempe. Makanan laut yang direkomendasikan sebagai tips diet golongan arah B yaitu ikan sarden dan telur ikan laut.

Konsumsi juga sayuran berupa wortel, kecambah, kembang kol, kubis dan juga brokoli. Kemudian ada baiknya juga penuhi sumber vitamin dan mineral yang Anda dapat dari buah dan sayur seperti pepaya, nanas, pisang, anggur atau plum.


3. Tips diet sehat golongan darah AB


Golongan darah AB ini memiliki sifat yang misterius. Karena golongan darah AB merupakan darah gabungan antara A dan juga B. Ada baiknya Anda yang memiliki golongan darah AB melakukan diet dengan menjalankan diet gabungan antara diet yang dilakukan golongan darah A dan diet yang dilakukan golongan darah B.


4. Tips diet sehat golongan darah O


Makanan yang cocok untuk Anda yang memiliki golongan darah O adalah daging merah yang berasal dari unggas dan sapi. Sementara untuk jenis ikan, tak semua ikan cocok dengan Anda yang memiliki golongan darah O karena ada baiknya Anda hindari cumi – cumi dan gurita karena tidak cocok untuk Anda. Konsumsi beras merah, gandum dan oatmeal akan cocok dengan Anda.
Baca Juga : 6 Nutrisi yang Sering Dilupakan Dalam Diet
Demikian sedikit informasi yang kali ini dapat kami berikan untuk Anda tentang Tips Diet Sehat Berdasarkan Golongan Darah. Semoga menjadi sebuah informasi yang bermanfaat.