Cara Belajar Filsafat (2)

Mungkin Anda sudah membaca tulisan saya yang berjudul Cara Belajar Filsafat (1). Dalam tulisan itu dijelaskan cara saya belajar filsafat untuk pertama kalinya dan perjalanan saya ketika belajar filsafat di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hingga akhirnya lulus di tahun 2003. Walaupun belajar dengan serabutan, saya masih bisa belajar filsafat dengan baik karena tertolong dengan perkuliahan yang saya ikuti di fakultas. Namun, dalam bayangan saya, seandainya saya tidak pernah menjadi mahasiswa filsafat, mungkin ceritanya akan lain. Saya mungkin belum tentu bisa belajar filsafat dengan baik.

Dengan pikiran serupa ini, muncul gagasan dalam benak saya untuk mencari tahu cara belajar filsafat yang baik dengan lebih mudah dan sederhana. Mudah dengan arti kita dapat mempelajari filsafat tanpa kepayahan, dan sederhana yang berarti kita akan dapat belajar filsafat tanpa harus dipusingkan oleh teori-teori filsafat yang njelimet atau susah dicerna. Walaupun demikian, gagasan ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru, karena mungkin ada banyak orang yang sudah menerapkan gagasan ini lebih baik dari saya. 

Contohnya adalah Jostein Gaarder, seorang pengajar filsafat dari Oslo, Norwegia, yang mengarang buku "Sofies verden" (Sophie's World) sebagai wahana baru untuk menjelaskan sejarah filsafat melalui novel. Versi Indonesia untuk buku ini telah diterjemahkan oleh penerbit Mizan dengan judul Dunia Sophie. Selain pada Gaarder, saya juga berhutang budi pada mas Antariksa, salah seorang senior saya di Fakultas Filsafat UGM. Dia yang mengajarkan pada saya, walaupun tidak secara langsung, untuk belajar filsafat secara having fun atau menyenangkan. Itu karena dia adalah orang yang tidak mau dipusingkan oleh teori-teori filsafat yang njelimet. (Mas Antariksa ini aktif mengelola jurnal Kunci yang mengangkat tema Cultural Studies semenjak 1999 hingga sekarang)

Gaarder memberikan contoh buat saya untuk mempelajari filsafat dengan enak dan mas Antariksa mengajarkan pada saya untuk tidak selalu berpaku pada teori filsafat yang njelimet. Namun, tidak ada yang mengajarkan pada saya suatu cara untuk belajar filsafat dengan mudah. Meskipun begitu, saya tidak pernah merasa segan untuk mencari cara belajar filsafat dengan mudah. Ini diperuntukkan bukan hanya bagi saya secara pribadi, tetapi juga bagi Anda yang senang belajar filsafat. 

Untuk mendapatkan solusinya, saya akan mencoba menganalisis terlebih dahulu cara belajar saya yang telah lalu.

Ketika saya belajar filsafat untuk yang pertama kali, saya ini sebenarnya menggunakan cara learn by try (belajar dengan coba-coba). Ini adalah cara belajar yang umum dipakai oleh setiap orang ketika ia dihadapkan pada masalah atau persoalan yang belum ia kenal sepenuhnya. Bahkan, pada riset yang paling canggih sekalipun di bidang ilmu dan teknologi, cara ini masih dipakai. Terutama untuk menemukan sesuatu yang baru dan riset itu tidak pernah dilakukan sebelumnya. 

Walaupun demikian, tetap ada kelemahan dalam cara ini. Sebab, cara belajar seperti ini lebih banyak menghabiskan waktu, tenaga, dan tentu saja biaya. Padahal, kita tahu, setiap orang memiliki waktu, tenaga, dan harta yang terbatas. Dalam kaitannya dengan masalah ini, belajar filsafat seringkali dipandang sebagai sesuatu yang mahal dan mewah. Itu karena dalam pikiran orang awam, filsuf itu dibayar hanya untuk "melamun". (Wah, enak dung? ^_^)

Oleh karena itu, kita sebaiknya memilih cara belajar yang lain. Cara belajar lainnya yang mungkin dapat kita lakukan ada dua macam, yaitu (1) learn by experience dan (2) learn by guidance. Cara belajar pertama difokuskan pada bagaimana caranya kita mempelajari sesuatu dengan berdasarkan pada pengalaman yang kita miliki. Sedangkan pada yang kedua, cara belajarnya terfokus pada petunjuk yang akan mengarahkan kita pada tujuan pembelajaran.

Pada cara belajar yang pertama, belajar filsafat akan menjadi lebih mudah dipahami bila masalah filsafatnya dikaitkan dan dijelaskan dengan apa yang kita alami sehari-hari. Contoh untuk uraian ini sudah saya terapkan ketika saya menjelaskan kenapa kita harus belajar filsafat dalam posting Mengapa Belajar Filsafat? dan posting yang berjudul Mau ke mana? yang menjelaskan arah kita dalam berfilsafat.

Sedangkan pada cara belajar yang kedua, inilah yang ditempuh ketika seseorang belajar filsafat di perguruan tinggi. Namun, model belajar filsafat di perguruan tinggi menjadi tidak efektif ketika dilaksanakan dalam kelas yang besar dan terdiri dari banyak orang. Belajar filsafat dengan model learn by guidance hanya akan berlaku efektif bila diterapkan pada hubungan Guru dan Murid satu-satu. Artinya, murid ini dibimbing khusus secara pribadi oleh seorang Guru. Ini mirip ketika seorang mahasiswa mengajukan skripsi sebagai syarat untuk ujian akhir yang dibantu oleh Dosen Pembimbing. (Kalau dosennya bukan ahli di bidang yang dipilih ma mahasiswa gimana ya? Hehe...) 

Dengan memperhatikan model-model belajar yang telah disebutkan, memang masing-masing cara belajar memiliki kelebihan dan kekurangannya. Namun, yang terpenting sekarang ini, bagaimana menggunakan tiga model belajar tersebut secara komplementer (saling melengkapi) ketika kita belajar filsafat. Oleh karena kita menginginkan belajar filsafat dengan mudah dan sederhana, maka tentu saja ada cara yang efektif dalam menggunakannya. Berikut ini, ada beberapa tip yang bisa Anda gunakan.

  1. Untuk tema-tema yang pokok dan mungkin relatif sulit dicerna, khususnya yang berkaitan dengan tema Filsafat Sistematis dan Filsafat Regional, Anda sebaiknya menggunakan cara belajar belajar filsafat dengan model learn by guidance. Sebab, cabang filsafat seperti Logika, Ontologi, Aksiologi, serta Epistemologi tidak setiap orang suka dan menguasainya. Apalagi cabang yang sangat khusus dan berhubungan dengan ilmu lain, misalnya Filsafat Hukum dan Filsafat Matematika, orang yang belajar ini sedikitnya dituntut untuk menguasai masalah hukum dan matematika. Terus, berkaitan dengan Filsafat Regional, learn by guidance akan sangat membantu ketika Anda harus membaca teks-teks orisinal dalam bahasa-bahasa asing (seperti bahasa Inggris, Perancis, Jerman, Arab, Hindi, Cina), maupun bahasa-bahasa nusantara (seperti bahasa Melayu, Batak, Sunda, Jawa, dan bahasa lainnya).

  2. Untuk tema Filsafat Historis, Anda bisa menggunakan model learn by try karena ini relatif mudah dicerna dan dapat dilakukan secara otodidak. Hal ini dapat terlaksana karena teks sejarah biasanya ditulis dalam gaya naratif atau cerita. Referensi yang paling baik untuk ini adalah buku Jostein Gaarder tersebut di muka yang berjudul Dunia Sophie dari penerbit Mizan.

  3. Untuk berfilsafat secara mandiri, model yang paling cocok adalah model learn by experience. Di sini, usahakan Anda temukan kaitan yang paling dekat antara suatu masalah filsafat dengan pengalaman sehari-hari.

 
Nah, mungkin ini yang bisa saya sampaikan untuk penjelasan mengenai cara belajar filsafat yang mudah sekarang ini. Mudah-mudahan ini bisa membantu Anda belajar filsafat secara lebih baik. ;-)


Previous
Next Post »